Kisah Nyata Benjolan di Testis Diduga Tumor, Dokter Haruskan Operasi

Semoga lekas pulih dan panjang umur~
Disclaimer : Cerita ini mungkin keluar dari tema (out of topic) atau #OOT. Namun, atas pertimbangan berbagai macam akhirnya cerita ini kami publikasikan di Hororpedia.com. Mengingat subjek dalam cerita ini merupakan salah satu penggagas adanya situs ini. Terima kasih atas perhatiannya. Selamat membaca.

...


Bagi laki-laki seperti saya, yang kerap kali mengangkat tentang apapun untuk menjadi lelucon adalah hal yang menyenangkan. Saya adalah pribadi yang lumayan mudah berbicara dengan orang yang belum pernah saya kenal.


Rasanya menyenangkan bisa menjadi sumber tawa orang lain, terlebih bila orang itu adalah orang yang saya kasihi. Terutama calon istri saya.


Rasanya luar biasa juga tiap kali melihat dia tertawa terbahak-bahak ketika kami saling berkomunikasi melalui video call. Bagi saya, itu adalah salah satu hal yang bisa membuat saya terus bisa melewati hari-hari. Selain dari kabar-kabar bahagia yang dikirimkan ibu saya melalui voice note. Maklum, ibu saya lebih sering mengirim pesan suara daripada pesan ketik.


Sayang, belakangan senyum dan tawa salah satu dari orang di atas mendadak hilang.


Tentu saja tidak seorang pun mau sakit jika diberi pilihan antara sehat dan sakit. Kecuali untuk pilihan ditawari sakit asal dengan bayaran tertentu. Rasanya hampir tidak ada orang yang mau sakit.


Sehat itu mahal!


Saya benar-benar memahami betul kutipan ini beberapa hari belakangan. Tidak ada yang tahu nasib seseorang sampai orang tersebut mengalaminya.


Berawal pada 15 September lalu, karena memiliki keluhan sering kencing di malam hari, saya pun berinisiatif untuk memeriksakan diri ke suatu rumah sakit.


Rumah sakit bercat hijau yang berada di dekat pusat kota ini, lumayan ramai dengan keberadaan orang-orang yang hilir-mudik. Baik itu pasien baru maupun lama, dokter maupun perawat, keluarga pasien maupun bukan, dan lain sebagainya.


Setelah sempat ditanyai terkait keluhan di bagian administrasi pendaftaran, saya akhirnya mendapatkan nomor urutan untuk menemui dokter di poli urologi.


Sekedar informasi, sebelumnya saya sudah pernah menemui dokter urologi yang sama, tapi di rumah sakit yang berbeda tak jauh dari kampus ternama di kota ini. Maklum, dokter urologi tak begitu banyak seperti dokter umum biasanya.


Saat itu bahkan saya diperiksa penuh, mulai dari HIV/AIDS, PMS (penyakit menular seksual), USG hingga rontgen. Dan hasilnya nihil, saya sangat normal. Tidak ada masalah apapun di dalam organ reproduksi saya.


Ada sedikit kelegaan saat itu. Namun, hal itu hanya bertahan sebentar...


Pada kesempatan yang berbeda, secara lebih lanjut saya ditanyai beberapa pertanyaan terkait keluhan, hingga akhirnya dokter menyarankan saya untuk USG lagi pada bagian testis. Setelah hasilnya keluar, dokter memberi penjelasan kalau di bagian testis kiri saya terdapat suatu benjolan kecil. Namun, kata dokter mungkin itu hanya ISK (infeksi saluran kemih) saja.


Hanya diberi obat dan kemudian diminta pulang untuk beristirahat yang cukup serta beraktivitas yang ringan-ringan. Saya masih ingat saat itu dokter mengatakan, "paling 2-3 minggu lagi kempis itu".


Saya kembali lega.


Namun, kelegaan saya kembali terusik setelah satu bulan berikutnya tidak ada perubahan sama sekali. Testis sebelah kiri saya masih ada benjolan. Kali ini cukup keras, tetapi tidak membengkak. Meski begitu, perasaan saya jadi semakin tidak karuan.


Hingga akhirnya saya kembali memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter. Dan benar, kali ini dokter menjadi lebih waspada.


Ia kembali meminta saya untuk USG dan tes darah. Hasilnya? Didiagnosis ada tumor atau kanker di testis saya.


Mendadak saya lemas, beberapa bagian tubuh saya terasa nyeri, terlebih di bagian dada.


Saya yang awalnya tidak mengidap penyakit apapun, selama 27 tahun hidup sehat tanpa merokok, minum minuman beralkohol maupun seks bebas mendadak divonis penyakit yang selama ini "dilabeli" mengerikan.


Terlebih, tumor testis yang konon merupakan salah satu dari sekian banyak tumor yang ganas (malignant) atau yang biasa kita sebut dengan kanker.


Dokter saat itu segera mengatakan hal yang cukup menyeramkan kepada saya, "temui saya 1 bulan lagi, kita angkat testis kamu."


Saya cuma bisa diam. "Itu satu-satunya jalan, dok?"


"Iya," jawabnya singkat.


Saya terdiam dan kehabisan kata-kata. Baru sekitar satu bulan saya melamar kekasih saya. Sebelum memeriksakan diri ke rumah sakit, bahkan ada ribuan bayangan cita-cita saya dan keluarga kecil saya.


Mendadak bayangan itu hilang. Saya keluar dari ruang dokter. Kaki saya benar-benar ringan, rasanya kosong, seperti hidup saya benar-benar selesai detik itu.


Namun, di kemudian hari saya merasa tidak puas dengan konsultasi yang pertama. Saya pun berusaha meyakinkan diri dengan mengunjungi dokter spesialis urologi lainnya.


Setelah mendengar keluhan saya, dokter tersebut langsung meraba testis dan menyarankan untuk dilakukan USG untuk kesekian kalinya.


Kali ini dokter sepuh, tutur bicaranya juga sangat menenangkan. Tapi ia juga merekomendasikan hal yang sama.


Alasannya, dari tiga marker tumor, AFP (alpha-fetoprotein) saya normal di range < 15 dan LDH (lactate dehydrogenase) saya juga normal di angka 337. Namun, marker yang ketiga, hCG (human chorionic gonadotropin) saya melebihi normal. Artinya, menurut diagnosa dokter, itu cukup jadi alasan bahwa ada sesuatu yang diduga tumor di bagian testis sebelah kiri saya dan solusi yang ditawarkan adalah mengangkatnya.


Ya. Harus dioperasi.


Kaget saja tak cukup untuk menggambarkan perasaan saya pada saat itu. Perasaan saya campur aduk. Saya bergeming dan sudah hampir hilang harapan saat tahu dengan begitu jelas dari vonis dokter bahwa salah satu alat reproduksi saya akan diangkat dalam waktu begitu cepat. Di umur saya yang ke-27 dan sekitar 105 hari sebelum pernikahan yang saya rencanakan.


Namun, di sisi lain, saya kembali teringat kepada Yang Maha Segalanya, Gusti Allah. DIA yang meminjamkan raga dan segala yang ada di kehidupan saya.


Dia-lah pemilik segalanya, jadi ketika suatu saat ada yang diambil-Nya, apakah saya berhak protes? Saya rasa tidak. Saya hanya bisa berserah diri kepada-Nya dan ikhlas menerima.


Jika kamu berkenan, saya mohon didoakan agar saya tetap kuat lahir batin dan bisa sembuh dari penyakit ini atas izin Allah. Dan doakan juga semoga Allah memberi kesempatan lagi pada saya untuk dapat menulis lanjutan dari kisah ini.


Tabik.


Cerita selanjutnya, Akhirnya, Operasi Pengangkatan Tumor Testis Itu Terjadi...

Photo by National Cancer Institute on Unsplash
Iklan