Cerbung Horor Hantu Noni Belanda (3): Kedatangan Perempuan Cantik Berwajah Pucat

Si manis berwajah pucat~

Cerita Sebelumnya, Korban Pemerkosaan Sadis Zaman Kolonial...


Menjelang maghrib, Parno memutuskan pulang lebih cepat. Setelah sampai di rumah, Parno pun disambut istrinya, Marti.


"Tumben pulangnya cepet, pak," ujar Marti sambil mencium tangan kanan suaminya.


"Iyo, buk. Aku tadi ngalami kejadian aneh," jawab Parno.


"Hahaha, sampeyan emang wes aneh awit bayi pak," ujar istri Parno santai.


"Guduk aku sing aneh, buk. Ah, emboh lah! Engkok ae aku crita," ujar Parno kesal.


"Wes ta lah. Ndang adus sek, pak. Opo arep diadusi?" jawab sang istri dengan lembut.


Parno luluh, ia mengangguk pelan sambil tersenyum nakal. Hatinya yang tadi sudah kesal dengan jawaban istrinya pun sudah tergantikan dengan perasaan sayang yang memenuhi kepalanya.


Saat Parno sedang mandi, terdengar suara orang mengetuk pintu depan rumah mereka. Tok tok tok.


Marti yang masih sejenak berdiri dan bergeleng-geleng kepala sambil senyam-senyum di ruang tengah setelah bercengkerama dengan suaminya mendengar suara ketukan itu. Ia pun bergegas ke depan sembari bertanya agak sedikit lantang, "Siapa ya?".


Sesampainya di depan, Marti membukakan pintu. Seorang perempuan muda cantik telah berdiri mematung dihadapannya. Namun, wajah perempuan itu agak pucat. Rambutnya hitam dengan ujung agak kemerahan. Wajah cantiknya tertutupi ekspresinya yang kaku dengan tatapan mata kosong yang mengarah ke Marti.


"Saya Kateline, bu. Maaf, apakah ada foto yang dibawa bapak? Itu foto saya bu, tadi terbawa," ujar sang tamu.


"Oh iya, bentar ya, bapaknya lagi mandi, coba saya cari di tasnya, barangkali ada," Marti menjawab dengan sedikit merinding.


Setelah dicari di tas, ternyata ada sebuah foto lengkap dengan piguranya, pikir Marti mungkin itu yang dimaksud si tamu. Lagi pula, tak ada foto yang lain di tas suaminya, hanya perkakas kerja milik suaminya yang berserakan tak tentu.


"Foto sing iki, dek?" tanya Marti sembari mengulurkan foto yang ada di tangannya.


"Iya bu, terima kasih,"


"Iya dek, sama-sama," jawab Marti tersenyum kecut.


Saat Parno tengah mengeringkan bagian selangkangannya, mendadak Marti bertanya, "Pak, Kateline iku sopo?"


"Hah? Eh opo, bune?" Parno terkaget. Kenapa istrinya bisa tahu nama itu?


"Wes gak usah pura-pura kaget ngono, lagian ngopo se gawani foto wong wedok ayu ngono? Jujur, ape dinggo opo? Bahan ngiclik?" tanya Marti setengah emosi.


"Hah? Jancok hahaha, ora kok. Foto sing di tas to?" Parno balik bertanya sambil tertawa kencang mendengar ucapan istrinya.


"Ya nggak tahu, pak. Yang jelas tadi ada mbak-mbak bule cantik nyari fotonya ke sini," ujar Marti sambil menggerutu.


"Heh, ojok ngawur, bu! Seng bener wae nek ngomong," Parno mulai kehabisan akal.


Parno terdiam, ia melihat istrinya mulai merajuk. Sang istri cemburu. Ia sempat tak ingin memikirkan kejadian pagi tadi, namun tanpa menjelaskannya, istrinya pasti cemburu.


"Bu, Kateline itu wanita yang ada foto pigura itu. Dia sudah meninggal puluhan tahun yang lalu. Gak mungkin ngiclik pake foto orang mati to," jelas Parno.


"Bapak gak usah ngapusi, bapak pasti kenalan di jalan. Alasan wae kok," rajuk Marti.


"Suwer bu. Gak ngapusi aku. Aku lho ngertine dari foto yang kutemu di bangunan kolonial itu," Parno mencoba menjelaskan sekali lagi.


Marti tak lagi merajuk, ia mulai mengingat-ingat wajah dan pakaian yang dikenakan tamunya tadi.


"Eh iya pak, klambine koyo jaman kolonial ngono pak. Terus yang tadi itu siapa, pak?" ujar Marti.


"Lho, gausah meden-medeni ngono ta, lha sampean ra nyeluk aku?"


Mereka berdua bertatapan. Ada rasa ngeri yang menyelinap masuk ke rumah pasangan itu.


Cerita Selanjutnya, Penampakan Setan Kepala Putus...

Photo by Erik Müller on Unsplash
Iklan