Ketika Warung Pesugihan Minta Tumbal Nyawa

Kenapa sih ada warung pake tumbal nyawa segala~ Indonesia gak bisa lepas dari tethek bengek perklenikan, meski Amerika selatan punya voodoo, Indonesia punya santet. Dan santetnya pun bermacam-macam, santet di jawa beda sama santet di Kalimantan. Eh, tapi kali ini Ki Kalagamet gak mau cerita santet-santetan dulu, kita ngobrol tentang pesugihan. Cerita ini disampaikan salah satu kawan Ki Kalagamet waktu dulu sekolah di salah satu perguruan di Surabaya yang kini sudah tiada. Berikut ceritanya...

Seperti biasa, demi menjaga keselamatan saya dan nama baik daerah saya maka penyebutan kabupaten tertentu di pantura tidak bisa dilakukan karena ini terkait periuk nasi rang orang.

Petunjuknya cuma bahwa daerah kami terkenal dengan para perantau yang berjualan makanan di seluruh pojok-pojok Nusantara.

Di episode sebelumnya yang bisa disimak di sini, kita sudah membahas soal jenis-jenis klenik untuk warung makanan. Jenisnya ada empat. Yakni, ritual mesusi alias membersihkan beras yang harus dilakukan oleh pemiliknya, entong alias sendok nasi, kotak kasir, hingga sesajen.

Jika di daerah lain “wong pinter” yang bertindak untuk memberikan pelaris jualan namanya dukun, di tempat saya ada yang bernama kiai atau ustadz. Penyebutan itu dengan tujuan bahwa tindakan perklenikan yang dilakukan tak terlalu “hitam”. Maksudnya, biar nggak terlalu berdosa gitu.

Nah, setelah kita membahas macam-macam klenik untuk warung makanan, saya bisa katakan bahwa semua klenik sukses. Saya tak pernah, sekali lagi tak pernah, sampai detik ini mendengar kisah kegagalan klenik dalam upaya melariskan makanan.

Namun, kesuksesan itu mencari tumbal. Ya, larisnya makanan jualan harus dibayar karena tak ada yang gratis di dunia ini. Apalagi di negeri ber-flower kayak di Indonesia.

Berani menggunakan pesugihan juga harus berani menanggung akibatnya. Bisa sampai kehilangan nyawa juga.

Beberapa waktu lalu, saya mendengar ada orang dari kampung tetangga desa. Sama seperti saya, dia juga buka warung di Pulau Bali. Dia mengalami musibah. Keponakannya meninggal tidak wajar: tenggelam di rawa-rawa.

Padahal, sebagai warga kampung di tengah tambak-tambak, kami biasanya sudah bisa renang sejak dalam kandungan kecil. Artinya, sebab kematian tersebut ganjil.

Dari mana saya dengar kisah ini? Dari teman saya yang mendengar curhat langsung pelaku pesugihan. Si tersangka pelaku warung pesugihan itu mengakui bahwa memang ada yang aneh dari kematian keponakannya tersebut. Dan dia mengakui juga bahwa memang ada hubungannya dengan ritual klenik yang dia gunakan untuk melariskan dagangan.

Dukune teko Tuban, Bro. Ponakane dewe dadi tumbal,” kata teman saya.

Tak cukup sampai kehilangan keponakan, si pelaku warung pesugihan itu kini merasakan sakit yang aneh. Sekujur tubuhnya terasa sakit. Rasanya ada genderuwo atau sesuatu yang berat di punggungnya.

“Katanya dia mau tobat. Nggak mau dukun-dukunan. Tapi ya apa dia bersedia harus mengulangi semuanya dari nol? Aku sih nggak yakin,” kata teman saya tersebut.

Kasihan juga. Tapi posisi tersangka warung pesugihan itu yha berat juga. Kalau dia masih mau meneruskan jualan makanan dengan bantuan demit, dia akan terus mengalami kemalangan yang tidak masuk akal.

Hari ini ponakannya mati tenggelam di rawa-rawa. Besok siapa yang tiba-tiba keselek nyamuk terus mati? Kan medeni, Gaes!

Tapi bosque, pelaku pesugihan jangan kira cuma rang-orang muslim saja. Disclaimer, mohon maaf ini semua adalah oknum jadi sama sekali bukan representasi umat beragama. Sekali lagi bagi sumbu pendek untuk tidak meneruskan jika yang beginian bikin dongkol dan melaporkan diriku untuk penodaan agama.

Iya, ada pelaku warung pesugihan di Pulau Bali beragama Kristen. Yang ngonangi adalah teman saya sendiri yang memang punya kemampuan melihat begituan.

Kata teman saya, sebelum makanan dihidangkan, nasinya ditetesi air liurnya makhluk gaib. Saya tahu sendiri warungnya karena dulu saya menyuplai ikan lele ke warung tersebut. Dapurnya kotor banget. Kemproh.

Tapi warungnya rame banget. Bahkan, si mas pengusaha warung itu sampai diberitakan di mana-mana karena kesuksesan warungnya. Dia disebut sebagai sosok yang mengawali semuanya dari nol. Dari jual makanan gerobakan sampai kini bisa punya resto. Dia adalah tokoh kuliner lokal setempat.

Saya cuma bisa ngakak.

Tapi ya Gaes. Hampir semua warung makanan itu setahu saya pake klenik pesugihan. Seumur hidup saya ngurusi warung, tidak ada yang namanya warung sukses karena manajemen yang bagus. Warung sukses ya pasti ada jimatnya. Gitu lho.

Nah, modus meminta bantuan dukun memang macam-macam. Tidak selalu karena pengen laris. Ada juga yang sebaliknya. Pengen bikin warung orang lain gak laris.

Misalnya tetangga saya yang juga punya warung di Bali. Karena warungnya merasa tersaingi, akhirnya dia pergi ke dukun. Tujuannya, mematikan omset pesaingnya. Dukun pun menuruti.

Namun, begitu sudah tercapai (warung saingan bangkrut), tidak berselang lama kemudian rezeki orang tersebut seret. Kontrak tempat mulai mahal. Pindah ke tempat lain beberapa kali, tetep saja sepi. Sampai sekarang warung dia sepi teros.

Padahal, waktu itu, dukunnya sudah bilang, “Aku iso gawe sainganmu sepi dan bangkrut. Tapi, ada konsekuensinya,” kata Mbah Dukun.

Lha pada waktu itu dukune gak nyebutno nek taruhane iku bakal bikin dia bangkrut juga. Wkwkwk.

Memang benar kata orang. Kalau sudah peteng, kabeh iku gelap. Nek wes peteng atine, bikin gelap matane. Hadehh!

Ilustrasi [Yudi Sutanto]
Iklan