Cerpen Horor: Teror Kuntilanak Pengintip Kamar Mandi

Emang ena diintip sama kuntilanak~ Artikel karya Johan Gondhokusumo, mantan napi.

Suara gemericik air mengagetkan Juned. Pukul satu dini hari. Kosan sudah sepi. Siapa sih yang berani-beraninya mengganggu tidur malamnya kali ini?

Kamar kos Juned tepat berada di samping toilet, yang dipakai bergantian dalam kompleks kos-kosan yang terdiri dari lima kamar itu. Pikiran Juned lantas menerawang ke kejadian dua hari lalu, saat si induk semang menyerahkan kunci kamar pada penghuni baru. Yusril, penghuni kamar lama, mengaku sudah tak betah.

Medeni, Ned nang kene. Asli. Lawangku bolak-balik kegedor dewe. Diamput matane dhemit, aku wedi. Kadang koyok onok rambut dowo nang ngarepe jendelo. Dianchok!” ujar Yusril pada Juned sebelum memutuskan pindah.

Halah kon ae gocik cok! Aku nggak tau onok kejadian opo-opo, kok!” jawab Juned.

Kamar Yusril lantas diganti penghuni baru, sepasang suami istri yang kira-kira sudah berusia 30 tahunan, Mas Badrun dan Mbak Anik.

Monggo, Mas. Arepe narik,” ujar Badrun pada Juned yang waktu itu nongkrong depan kamarnya sambil merokok.

Oh enggeh, Mas. Ngojek online mangkal nang endi, Mas?” tanya Juned.

Kene-kene ae, Mas. Warkop ngarep gang. Meneng kunu terus sampek bengi,” ujarnya sambil tertawa.

Sementara Mas Badrun narik, Mbak Anik ditinggal sendirian di kos-kosan. Biasanya sepagi ini Mbak Anik pun masih tidur. Tampak dari kamarnya yang masih sepi.

Saat Mas Badrun narik inilah, Juned si pengangguran selalu iri. Dancuk, Badrun ae ngojek online wes nduwe bojo, lah aku, wes nganggur jomblo sisan.

Saat melamunkan hal itu tiba-tiba Juned terjengkang.

Mbak Anik yang selama ini dianggapnya biasa saja, tiba-tiba keluar kamar menggunakan celana gemes dan tank-top. Menampilkan apa-apa yang menggoda. Paha mulus, dada putih, mengembang besar sempurna. Menambah rasa iri yang didera Juned.

Jancuk, tibake sip bodine Mbak Anik! Asu!” ujar Juned sambil mengusap perabotannya yang menegang.

Semakin lama, Juned akhirnya tahu kebiasaan Mbak Anik. Mulai dari bangunnya, mandinya, sampai tidurnya. Juned juga hafal betul kapan Mas Badrun pulang. Hingga muncullah sebuah niat jahat.

Juned menggambarkan skema mandi Mbak Anik, demi bisa mengintipnya. Kamarnya yang bersebelahan dengan kamar mandi adalah keberuntungan tak terkira. Selain mandi pagi, Mbak Anik juga selalu mandi jelang Magrib, dan kadang-kadang, di dini hari –mungkin sehabis menjatah Badrun keparat itu.

Oh pantesan wingi onok seng adus bengi nemen,” batin Juned.

Sesudah peristiwa itu, Juned tentu sudah berkali-kali membayangkan ranumnya tubuh Mbak Anik. Apalagi saat Mbak Anik keluar kamar mandi hanya memakai slempretan handuk, saat itulah Juned benar-benar ingin merasakan rasa-rasa yang hanya bisa dijajalnya di tempat prostitusi yang sekarang tutup.

Juned memang sekeparat itu. Tapi dirinya tak seberani itu. Badan Mas Badrun jauh lebih besar dari badan Juned, bisa-bisa dia ditebas tak bersisa kalau-kalau ketahuan kurang ajar pada si istri. Atas dasar itulah, Juned menentukan timing paling pas untuk mengintip Mbak Anik mandi sembari mengonani burungnya sendiri adalah di waktu Magrib. Di pagi hari, masih banyak penghuni kos yang belum berangkat. Sementara di dini hari, pasti ada Mas Badrun. Hanya di waktu Magriblah waktu paling sepi.

Juned sudah mempersiapkan pijakan, sekaligus tisu dan lotion murah untuk mengurut barangnya. Dari sisi samping kamar mandi, memang ada ruangan kecil sempit yang berisi saluran pipa. Di situlah Juned akan beraksi. Memanjat pipa sedikit, dan kalau beruntung, bisa sambil direkam untuk dokumentasi sebagai bahan harian.

Hari yang direncakanan pun dimulai. Kamis malam ini, sebelum Mas Barun datang dan meminta jatah, Juned sudah lebih dulu akan menikmati tubuh Mbak Anik. Pukul setengah enam sore, Juned mendengarkan dengan saksama.

Cuk, gemericik wesan, wes melbu iki Anik sayangku,” ujarnya, lantas berniat menuntaskan hasrat.

Saat suara gemericik, ada harum semerbak yang membangkitkan syahwat Juned yang saat itu akan memanjat. Lalu terdengar suara nyanyi merdu, dan desah kecil yang membuat perabotan Juned semakin menegang –ia bahkan sampai kesulitan memanjat.

Dengan tak sabar dirinya langsung mengintip kemuliaan yang terjadi di dalam. Terlihatlah gundukan itu, rambut-rambut lebat itu, menempel putih mulus. Bokong kencang Mbak Anik terlihat dari belakang. Membuat Juned gundah sekaligus beringas. Tangannya murka dan mengocoknya cepat. Lotion yang dibawanya sampai lupa dioleskan.

Bang..shaaat! Anik shayaang...” ujarnya pelan.

Dengan lemas Juned kembali ke kamar, mungkin akan mengulanginya sekali lagi dengan bumbu fantasi. Saat itulah dari kamar Mas Badrun, keluar Mbak Anik yang membawa peralatan mandi dan handuk. Tampaknya baru bangun tidur.

Juned pun terkaget. Tak ada siapapun saat ini. Hanya ada dia dan Mbak Anik.

Sek sek, kalau bukan Mbak Anik yang mandi, lah terus sopo?” batinnya sambil rebahan ketakutan di dalam kamar. Pikirannya bingung seketika.

Tiba-tiba saja, suara ketok pintu agak keras, terdengar di depan pintunya. Tampak rambut tergerai dari jendela –seperti yang pernah digambarkan Yusril.

Asu!” umpat Juned.

Juned pun langsung mengingat raut muka mesum Yusril, yang pernah mengintip Ita, anak perempuan tetangga kosnya dari kampung saat mandi –di kamar mandi yang sama, lewat tempat pipa yang sama.

Bajing goreng! Jangan-jangan seng Yusril intip iku duduk Ita, seng tak intip duduk Mbak Anik? Asu, jancok, Yusril jancok! Pantesan deke pindah, lah wong diketok lawange dijak kentu setan! Saiki aku seng apes cok!” teriak Juned sambil menyembunyikan kepalanya di balik bantal.

Ilustrasi [Yudi Sutanto]